Senin, 08 Juni 2009

Nila Gesit : Jawab Kebutuhan Benih Jantan

Nila Gesit : Jawab Kebutuhan Benih Jantan


YY male technology, sebuah teknologi rekayasa kromosom yang bertujuan menghasilkan individu jantan dengan kromosom YY 

Para pembenih ikan nila tampaknya tak perlu lagi repot-repot menggunakan teknik sex reversal untuk mendapatkan benih ikan nila jantan. Pasalnya, beberapa waktu lalu telah dirilis strain baru ikan nila hasil pengembangan rekayasa set kromosom YY-Supermale yang diberi nama ¡®nila Gesit¡¯ (Genetically Supermale Indonesian Tilapia). Rekayasa kromosom ini bertujuan menghasilkan individu dengan kromosom YY (homogamet). Teknologi rekayasa tersebut ditempuh sebagai jawaban kebutuhan produktivitas nila, untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. 
Sofi Hanif, salah seorang tim perekayasa nila Gesit dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi mengatakan, keunggulan nila Gesit terletak pada kemampuannya memproduksi benih ikan nila jantan dalam jumlah besar. Sebagaimana diketahui, benih nila jantan mempunyai keunggulan tingkat pertumbuhan dibandingkan nila betina, dalam budidaya pembesaran.
Secara alami, kromosom ikan nila jantan adalah XY(GMT/Genetic Male Tilapia), sementara yang betina adalah XX. Meski demikian kromosom ini dapat di manipulasi, sehingga dapat dihasilkan ikan nila jantan berkromosom YY dan betina YY. Kedua induk ini kemudian disilangkan hingga diperoleh benih nila Gesit jantan berkromosom YY. Induk nila jantan berkromosom YY ini mampu menghasilkan 96%-100% benih nila jantan apabila dikawinkan dengan ikan nila betina biasa (kromosom XX).

Feminisasi dan Uji Progeni
Untuk mendapatkan induk jantan nila Gesit perlu dilakukan serangkaian tahapan yang kontinyu. Langkah pertama adalah tahap feminisasi I (pengarahan kelamin menjadi individu betina) yang dilanjutkan dengan uji progeni (progeny test) untuk verifikasi individu betina dengan kromosom XY. Setelah diperoleh individu betina XY, selanjutnya dipijahkan kembali dengan jantan normal dan dilakukan uji progeni II untuk verifikasi individu jantan YY. Sebagian larva yang dihasilkan dari pemijahan tersebut diberikan perlakuan feminisasi II untuk menghasilkan populasi ikan betina berkromosom YY melalui uji progeni III.
Langkah selanjutnya adalah perbanyakan induk YY dengan cara mengawinkan antara induk jantan YY dengan induk betina YY. Diikuti langkah terakhir, melakukan identifikasi DNA pada tiap individu hasil perbanyakan, untuk menjamin keaslian induk nila jantan tersebut (nila Gesit). ¡°Identifikasi DNA sangat diperlukan, karena nantinya akan dilakukan labelisasi untuk mencegah pemalsuan,¡± tegas Hanif. Nila Gesit sendiri merupakan hasil riset panjang kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB serta BBPBAT Sukabumi.




Optimal di Suhu 25 C
Masih menurut Hanif, pada proses pembenihan, kondisi lingkungan juga menentukan jenis kelamin larva yang dihasilkan. Karena itu, syarat lingkungan yang optimum mutlak dipenuhi. Pada suhu lingkungan di bawah 220 C, benih yang diperoleh sebagian besar adalah betina. Sebaliknya, apabila suhu lingkungan berada di atas 300 C, maka benih yang dihasilkan sebagian besar berjenis kelamin jantan.
¡°Suhu optimum pembenihan nila Gesit adalah 250 C. Jika kondisi ini dipenuhi, maka dapat dipastikan lebih dari 96% benih yang dihasilkan berjenis kelamin jantan,¡± ujar Hanif menyakinkan. Alasannya, tinggi rendah suhu lingkungan berpengaruh pada perkembangan hormon di dalam tubuh larva, dan akhirnya berpengaruh pada pembentukan jenis kelamin larva-larva tersebut.

Untuk hasil benih jantan yang berkualitas, nila Gesit juga harus dikawinkan dengan induk betina berkualitas pula. ¡°Kita sarankan induk jantan nila Gesit ini dikawinkan dengan induk betina nila Nirwana (produksi Balai Pengembangan Benih Ikan Wanayasa) atau induk betina nila GIFT yang masih asli,¡± kata Hanif. Tujuannya, untuk menjaga keturunan yang dihasilkan juga berkualitas baik, terutama tingkat pertumbuhannya. 

Meninggalkan Sex Reversal
Untuk menghasilkan benih nila jantan, metoda yang dapat digunakan ada 4. Pertama, secara manual dengan seleksi kelamin benih berukuran ¡Ý 10 cm (20 gram). Ke-dua, persilangan antarspesies (Oreochromis niloticus dengan O. Aureus). Ke-tiga, penggunaan hormon methyl testoteron sebagai pengarah kelamin (sex reversal) pada benih yang kelaminnya belum berkembang (sexually undifferentiated fry). Ke-empat, dengan pengembangan YY male technology. Selama ini, biasanya para pembenih menggunakan teknik sex reversal, dengan menambahkan methyl testosteron pada pakan benih ikan fase larva. Atau dengan merendam larva yang baru menetas dalam larutan hormon tersebut agar sebagian besar benih berkelamin jantan. 
¡°Saat ini harga hormon tersebut mahal. Selain itu juga bersifat karsinogenik, bagi orang yang bertugas mencampur pakan dan merendam larva dengan hormon tersebut. Jadi harus memakai peralatan pelindung tubuh,¡± jelas Hanif. Sehingga metoda YY male technology menjadi pilihan yang lebih aman dan praktis, karena tidak menggunakan bahan aditif yang berbahaya.
Dengan munculnya nila Gesit, para pembenih dapat secara mudah mendapatkan benih GMT (jantan) hanya melalui proses pemijahan induk jantan nila Gesit.

Keunggulan Benih Jantan
Penggunaan sistem budidaya monosex jantan pada usaha pembesaran ikan nila telah dipandang oleh para pembudidaya sebagai suatu keharusan. ¡°Ikan nila jantan mempunyai tingkat pertumbuhan 30% lebih cepat dari nila betina,¡± demikian ungkap Hanif. Sistem budidaya monosex jantan ini dapat meningkatkan produksi pembesaran ikan nila sebesar 25%. Sehingga target untuk mendapatkan ukuran ikan nila kualitas ekspor pun¡ªberat di atas 600 gram¡ª dapat lebih mudah dicapai.
Masih menurut Hanif, kendala yang dihadapi para pembudidaya jika menggunaan sistem heterosex pada budidaya pembesaran ikan nila adalah, ikan nila memiliki sifat cepat matang kelamin (biasanya pada ukuran 250-300 gram). Akibatnya sering terjadi perkawinan yang tidak terkontrol pada kolam-kolam pembesaran yang tentunya akan menghambat pertumbuhan, karena energi untuk pertumbuhan digunakan untuk perkawinan. Itulah alasan mengapa permintaan benih nila jantan sangat tinggi, dan penggunanan induk nila Gesit pada usaha pembenihan layak menjadi solusinya.
Tidak hanya itu, FCR (Feed Convertion Ratio) yang diperoleh dari budidaya nila monosex jantan juga lebih baik. ¡°Kita pernah melakukan pengujian terhadap benih jantan yang dihasilkan nila Gesit di kolam air deras, Subang. Dari 3,2 ton benih yang ditanam, diperoleh hasil panen sebanyak 13 ton ikan nila kualitas ekspor. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai FCR nila sebesar 1,5,¡± papar Hanif menerangkan.
Sayangnya, para pembudidaya harus labih bersabar apabila ingin merasakan keunggulan nila Gesit ini. Pasalnya strain unggul ini baru akan disebar ke UPR-UPR (Unit Pembenihan Rakyat) pada awal 2008 atau setelah selesai melewati masa uji multilokasi.

Sumber : Majalah Trobos 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar